Pemerintah Daerah (Pemda) Garut, Jawa Barat berencana melaunching pembangunan 1.000 ‘tower’ Rumah Burung Hantu (Rubuha) untuk menanggulangi ancaman serangan hama tikus, yang saat ini tengah menjalar di beberapa kecamatan.
“Itu tersebar di seluruh Garut di 42 kecamatan, jadi di tiap kecamatan dan desa ada,” ujar Kepala Dinas Pertanian Garut Haeruman, saat ditemui di kantornya, Senin (5/8/2024).
Menurutnya, serangan hama tikus saat ini cukup meresahkan, tercatat puluhan hektar di beberapa kecamatan diprediksi gagal panen alias puso, akibat serangan hewan pengerat tersebut.
“Serangan hama tikus itu datangnya serentak saat musim kemarau,” ujar dia.
Saat ini sudah ada 30 unit rubuha yang telah dibuat petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) Dinas Pertanian Garut, yang tersebar di beberapa kecamatan.
“Sisanya dibuat oleh para petani dan kelompok petani yang sudah sadar pentingnya burung hantu dibikinlah rubuh,” ujar dia.
Dalam praktenya, untuk membuat satu rumah burung hantu (rubuha) setinggi 10-15 meter yang ditanam di pematang sawah petani, hanya dibutuhkan biaya sebesar Rp 300 ribu.
“Saya sudah lapor pak Sekda, kalaupun ada dari pemerintah sifatnya stimulan, jadi ada swadayanya tapi dari pemda ada stimulannya juga,” kata dia.
Hama Tikus
Koordinator Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) Kabupaten Garut Ahmad Firdaus menambahkan, wacana pembangunan 1.000 ‘tower’ rubuha, akibat tingginya dampak lahan yang gagal panen alias puso setelah serangan hawa tikus.
“Data lima tahun terakhir memang ranking nasional untuk Jawa Barat paIing luas serangan tikus, Garut untuk nasional itu kebetulan peringkat ke 10, di Jawa Barat nomor satu,” kata dia.
Dari luas sawah tanaman padi 41.725 hektar dalam lima tahun terakhir, sekitar 1.332 hektar di antaranya terkena serangan hama tikus per tahun. “Itu data dari seluruh kecamatan,” kata dia.
Rinciannya, Garut Kota menduduki ranking pertama dengan rata-rata 109,2 hektar terkena serangan tikus, kemudian kecamatan Banjarwangi seluas 88,2 hektar, Malangbong sekitar 70,6 hektar, Singajaya sekitar 66 hektar,serta Karangpawitan sekitar 64,8 hektar, “Itu data sejak 2019-2023 lalu,” kata dia menegaskan.